Pada waktu-waktu tertentu, seringkali kita merasa kesepian. Rasa sepi bisa juga muncul di saat kita berada di tengah keramaian. Perasaan sepi ada kaitannya dengan berubahnya keadaan dalam kehidupan kita. Kehilangan seseorang yang berarti, sahabat-sahabat sudah berganti status atau pindah tempat tinggal, ataupun jauh dengan keluarga.
Kesepian yang kita alami sejatinya bukan karena kita benar-benar sendiri, melainkan adanya dorongan perasaan yang membentuk persepsi tentang perbedaan diri kita dengan lingkungan sosial kita. Menurut John T. Cacioppo, seorang ilmuwan syaraf yang telah mempelajari isolasi manusia dan koneksi selama tiga decade, kesepian bukan aktualisasi dari kesendirian melainkan persepsi seseorang tentang isolasi sosial, sehingga apa yang dilihatnya seolah-olah membuatnya berbeda, terasing dari orang-orang di sekitarnya meskipun kenyataannya tidak seperti yang dipikirkannya.
Tanpa disadari, kita mungkin sering merasa sedih, sendiri dan terasing di saat kita tahu bahwa sahabat-sahabat kita sering update status atau berkumpul di situs-situs jejaring sosial, mengadakan reuni atau sekedar bertemu di acara tertentu yang enggan kita ikuti. Perasaan seperti ini biasanya dipicu oleh persepsi tadi, “saya berbeda dengan mereka”. Faktornya, mungkin karena kita belum berubah status, belum menikah dan berkeluarga, belum sesukses mereka dan factor-faktor lain yang berhubungan dengan dominasi perasaan. Padahal, apa yang kita persepsikan tidak sepenuhnya benar. Karena itu, kesepian yang kita rasakan sejatinya merupakan respon psikologis dan fisiologis atas perubahan keadaan.
Kesepian yang kita rasakan bisa diatasi karena setiap individu memiliki kekuatan untuk memandang sesuatu dan mengubah cara pandangnya tersebut. Mengatasi kesepian bisa dikatakan seni menyeimbangkan persepsi dengan memperhatikan beberapa faktor berikut :
- Memahami dan menganalisa gejala yang muncul dalam diri kita. Kesepian jangan selalu diartikan dengan kesedihan, depresi, ketakutan atau kejenuhan. Setiap gejala bisa saja berbeda. Dengan memahami pemicunya, intensitas dan frekuensi kemunculannya, serta efek yang berpengaruh terhadap diri kita, kita bisa lebih siap mengatasi rasa kesepian itu atau bahkan menghindarinya jika akan berakibat destruktif.
- Mengubah gaya hidup kita dengan tidak melakukan kegiatan yang akan semakin menekan kita ke dalam rasa kesepian. Mengajak teman atau saudara untuk makan bersama, makan di luar, menonton film di bioskop atau bertegur sapa dengan tetangga bisa menjadi sesuatu yang membuat hidup kita berbeda. Awalnya, mungkin akan terasa sulit, tetapi hal-hal yang sederhana itu bisa memotivasi kita untuk bisa memahami dan menyelami beberapa jenis aktivitas sosial bahkan membantu memecahkan pola isolasi yang kita persepsikan. Memulai perubahan-perubahan kecil dalam keseharian kita akan berdampak pula terhadap perasaan dan cara pandang kita.
- Ketemuan, ngobrol secara langsung dengan teman-teman dari dunia maya (kopi darat). Sesekali bertemu dengan teman chatting, mengobrol dengan teman-teman baru bisa menjadi penawar kesepian. Berselancar di dunia maya memang bisa menjadi alternative sosial, tetapi tanpa adanya interaksi langsung rasa tidak akan banyak berpengaruh untuk mengatasi kesepian. Tatap muka, ekspresi dan suara secara humanis tetap tidak bisa tergantikan 100 persen oleh media teknologi.
- Berolah raga. Selain baik untuk kesehatan tubuh, olah raga juga dapat membantu menyeimbangkan faktor emosional dan psikologis kita. Saat ini banyak jenis olah raga yang memadukan olah tubuh dengan hal-hal yang bersifat meditasi, seperti yoga, spin atau latihan pernafasan. Jenis-jenis olah raga seperti ini memiliki efek mengubah pikiran, sehingga bisa berdampak pula terhadap kondisi perasaan kita. Ketika pikiran positif, perasaan juga akan semakin terasa lega. Karena itu, jenis-jenis olah raga seperti ini seringkali mengubah cara berpikir orang, membuat seseorang merasa bahagia dengan dirinya dan merasa menemukan eksistensi dirinya.
- Selalu mengingat bahwa kualitas jauh lebih penting. Kehidupan tidak hanya untuk sekedar mencapai popularitas sosial, tetapi ada tugas-tugas kemanusiaan tertentu yang menuntut kualitas kepribadian kita. Pengakuan lingkungan memang kita butuhkan, tetapi kita tak perlu merasa harus selalu sama seperti orang lain, merasa harus selalu lebih daripada orang lain dan tidak siap dengan kekurangan diri. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Apa yang terlihat bagus untuk orang lain, belum tentu baik untuk kita. Kualitas kepribadian kita akan menunjukkan siapa kita. Berbicara, bercerita, bertukar pikiranlah dengan orang terdekat yang benar-benar layak dipercaya atau membuat kita nyaman. Hal ini bisa membuat kita merasakan pencerahan dan membantu mengatasi kesepian.
- Menghilangkan dan menghindari rasa bersalah. Kesepian bukan semata-mata karena kita sendirian. Sebagai manusia, kita seringkali membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, merenung, dan menyepi sendiri. Di saat seperti itu, jangan merasa bersalah atau merasa mendapatkan tekanan sosial. Biarkan diri kita menempati ruang yang dibutuhkan, sehingga kita mampu mengartikan diri kita secara utuh, bukan atas persepsi “keharusan sosial” semata.
- Memiliki dan merealisasikan nilai-nilai spiritualitas melalui kegiatan ibadah dan do’a. Disadari atau tidak, kesepian itu seringkali timbul karena adanya kekosongan batin, kehampaan hubungan vertical dengan Yang Maha Kuasa. Keyakinan akan Sang Pencipta merupakan sebuah keharusan yang pada akhirnya akan menuntun kita kepada ketenangan, kepasrahan dan mengingat tujuan hidup kita. Banyak mengingat-Nya akan membuat hati kita tenang, sehingga rasa kesepian tidak menjadi malapetaka bagi kehidupan kita.

0 komentar:

Post a Comment

http://sofyanida.blogspot.com

 
Toggle Footer