KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum, HAM dan Demokrasi Dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Negeri Makassar.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Makassar, maret 2014



Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
1. HUKUM
A. Pengertian Hukum Islam
B. Ruang Lingkup Hukum Islam
C. Tujuan Hukum Islam
D. Sumber Hukum Islam
E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat

2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat


3. DEMOKRASI DALAM ISLAM

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia itu sendiri seperti:
1) Hukum adat
2) Hukum pidana dan sebagainya. 

Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang lain. 

Adapun konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya.

Kita berlanjut ke Hak asasi manusia dalam Islam, HAM dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.

Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.

Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam perspektif Islam. Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya Hukum, HAM dan Demokrasi menurut ajaran islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di Indonesia ?
2. Bagaimana hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan Barat ?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di Indonesia
2. Untuk memahami hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan Barat
3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi dalam Islam

BAB II
PEMBAHASAN
1. HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.

Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.

B. Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.

2. Muamalah (ghairu mahdhah)
Adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.

Bagian - Bagian Hukum Islam
a) Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.

b) Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta warisan daan cara pembagian waarisan.

c) Muamalat
Hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan lain-lain.

d) Jinayat
Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.

e) Al-ahkam as-sulthaniyah
Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.

f) Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain

g) Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara

Sistematika hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)

C. Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam:
1. Memelihara agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.

2. Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)

3. Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)

4. Memelihara keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan. (Qs.4:23)

5. Memlihara harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).

D. Sumber Hukum Islam
Di dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif. Sumber tertib hukum Islam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firman Allah dalam QS. An-nisa: 59:

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya)".(QS. An-nisa: 59)

Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1) Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2) Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4) Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum

Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau hadits Rasul
3) Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
4) Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.

Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2) Dalil Aqli yaitu pemikiran akal manusia.

E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
1. Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
2. At-tathawwur (berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi sosial.

Dilihat dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat baru diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.

Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.

Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum islam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridis.

Dengan demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi wajib pula menurut perundangan.

F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki kepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara adil, maka dibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian disebut dengan hukum islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya.

Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).

Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.

Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.

2) Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.

3) Fungsi zawajir (penjeraan)
Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut melakukan kejahatan.

4) Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.

Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.

2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia semenjak ia berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus mendapat perlindungan. Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai populer sejak lahirnya Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun ide HAM sudah timbul pada abad ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di zaman itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.

Hak asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak asasi manusia bersifat teosentris artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan. Dalam hubungan ini A.K Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan Barat”, strategi Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Perspekitf Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.

Pemikiran barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok ukur sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.

Oleh karena itu dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan kepada hak-hak manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi hanya kepada Allah sebagai penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara Islam pun tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang. Negara harus terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan memberikan bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.

Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap dalam berbagai ayat antara lain :
1. Martabat manusia
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada makhluk lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.

Q.S Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”

Q.S Al Maidah (5) ayat 32. Artinya : “ …Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya…”

Mengenai martabat manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human Rights dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak-hak serta maratabat yang sama …”
Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan dan jaminan pribadi...”

2. Persamaan
Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketaqwaannya.

Q.S Al Hujurat (49) ayat 13. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat pengakuan di mana saja sebagai seorang pribadi di muka hukum...”
Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum dan berhak atas perlindungan yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”

3. Kebebasan menyatakan pendapat
Al Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran. Agama Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan.

Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”

Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan melahirkan pendapat…”

4. Kebebasan beragama
Prinsip kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka berfikir, berperasaan, dan beragama …”

5. Hak jaminan sosial
Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang yang kaya saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”

Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”

Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan Pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”

6. Hak atas harta benda
Dalam hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya : “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah …”

Hal ini sesuai dengan Pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights menyebutkan:
Ayat (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang lain.
Ayat (2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.

B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia.

Dilihat dari sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut, menjadi dibatasi kekuasannya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Selanjutnya diikuti dengan lahirnya Bill of Right di Inggris tahun 1689 dengan adigium bahwa manusia sama di muka hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence, The French Declaration tahun 1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat universal yang dikenal dengan The Universal Declaration Of Human Rights tahun 1948 disahkan langsung oleh PBB.

Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam berisfat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.

Pemikiran Barat menempatkan manusia pada psosisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, sedangkan manusia letak perbedaan yang fundamental antara hak-hak asasi menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi menurut pola ajaran Islam.

Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah, karena ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Dari ketentuan ayat di atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak Allah) yaitu kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam sebuah ritual ibadah
2) huququl’ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewaajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk Allah lainnya.

Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan kedalam dua kategori yaitu :
1) HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2) HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti hak hidup, hak-hak milik, perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan pribadi dan sebagainya.

The Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa, untuk menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak melanggarnya. Dengan demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal Islamic Declaration Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam terdiri XXIII Bab dan 63 pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia antara lain : 
(1) hak hidup
(2) hak untuk mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan kedudukan
(4) hak untuk mendapatkan keadilan
(5) hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk mendapatkaan perlindungan dari penyiksaan
(7) hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas memilih agama
(10) hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi
(11) hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan sosial
(13) hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
(14) hak-hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya.

3. DEMOKRASI DALAM ISLAM
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat, oleh karena itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.

Kedaulatan mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kadaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah.

Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak memberikan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berurat berakar yaitu:

1. Musyawarah (syura)
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah. Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria mauoun wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Al-syura ayat 3 :

“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).

2. Persetujuan (ijma)
Ijma atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan pemikiran sangat besar pada korpus hukum atau tafsir hukum.

Konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam.

3. Penilaian interpretative yang mandiri (itjihad)
Upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan kreativitas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Sehingga antara hukum, Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.

Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemeunuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan, karena Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum hukum Islam berorientasi pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Artinya hukum Islam bertujuan pada pemeliharaan agama, menjamin, menjaga dan memelihara kehidupan dan jiwa, memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga ketertiban keturunan manusia serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup umat manusia.

2. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.

3. Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan perlindundgan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Sebagai umat Islam hendaknya memahami hukum Islam dengan baik, karena hukum ini mengatur berbagai kehidupan umat manusia untuk mencapai kemaslahatan.

2. Setiap manusia hendaknya menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, karena hak ini sebagai dasar yang melekat pada diri tiap manusia.

3. Dalam mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, baik dibidang hukum, hak dan kewajiban asasi manusia, serta kehidupan berdemokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.
Hasby Asy-Shidiqiy, Falsafah Hukum Islam, Yogyakarta Bulan Bintang 1975.
Husain, syekh syaukat, Hak asasi – manusia dalam islam, Jakarta. Gema Insani perss, 1991
Lopa, Baharuddin. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1999
Ilyas, Muhtarom. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia 2004.

http://sofyanida.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment

http://sofyanida.blogspot.com

 
Toggle Footer