Pengetahuan non ilmiah atau dikenal sains semu (Pseudo Science) diperoleh terutama dengan mengandalkan dugaan, perasaan, keyakinan dan tanpa diikuti proses pemikiran yang cermat.Oleh karenanya pencarian pengetahuan dengan cara ini prosentase kebenarannya rendah. Pengetahuan yang diperoleh mungkin benar namun mungkin juga salah seperti pada cara prasanngka dan intuuisi, serta tidak efisien Karena harus mencoba-coba (coba ralat) tanpa dasar dan kalaupun benar sering karena kebetulan saja. Sampai saat ini belum ada metode tertentu atau khusus yang dapat digunakan untuk mendekati kebenaran  pengetahuan non ilmiah namun pada umumnya manusia melakukan pendekatan terhadap suatu hal dengan melalui beberapa cara berikut ini :
1.  Mitos
Mitos merupakan gabungan dari pengamatan, pengalaman namun sebagian lainnya berupa dugaan, imajinasi dan kepercayaan. Mitos dapat diterima karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan hasrat ingin tahu yang harus dipenuhi pada manusia, jadi mitos muncul karena keterbatasan alat indera manusia (sebagai alat bantu utama). Contoh mitos adalah cerita-cerita legenda.
2.  Wahyu
Wahyu merupakan konukasi antara Sang Pencipta dengan makhluknya dan merupakan substansi pengetahuan yang disampaikan kepada utusannya. Manusia dalam menerima penerima pengetahuan ini bersifat passif, namun dengan keyakinan bahwa semuanya benar, jadi penerimaannya dalam islam dikenal dengan istilah “sami’naa waatha’naa” .Wahyu merupakan kebenaran mutlak dan tidak dappat dipertanyakan dan diperdebatkan kebenarannya dengan akal pikiran manusia namun dapat dipelajari maksud atau makna yang terkandung didalamnya. Bahkan mempelajari wahyu diwajibkan oleh sang pencipta untuk memperdalam kita akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta. Dengan mempelajari wahyu atau ayat-ayat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa baik yang tersurat (kita suci agama) maupun yang tersirat (alam semesta beserta segala isinya), merupakan suatu kewajiban, sehiungga kelak akan dipertanggung jawabkan kepada Sang Pencipta. Prilaku yang tidak boleh dilakukan adalah mempertanyakan atau memperdebatkan wujud zat dari Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemilik wahyu.
3.  Otoritas dan tradisi
Pengetahuan yang telah ada dan mapan sering digunakan oleh pemimpin atau secara tradisi untuk untuk menyatakan kebenaran. Sebagai contoh sampai abad pertengahan manusia manganggap bumi adalah pusat dari alam semesta (geosentris), sehingga pada saat Copernicus manyatakan bahwa bukan sebagai pusat alam semesta dan hanya merupakan planet dari system tata surya (heliosebritis), maka penguasa dan kepercayaan pada saat itu menolak dengan keras. Sampai-sampai Bruno pengikut Copernicus dengan paham heliosentrisnya serta penemuam-penemuan yang lain yang sangat bertentangan dengan penguasa saat itu, dianggap kemasukan setan dan dibakar mati pada tahun 1600.
4.  Prasangka. Berupa dugaan yang kemungkinannya benar atau mungkin juga salah. Dengan prasangka orang sering mengambil keputusan atau keputusan atau kesimpulan yang keliru. Cara ini hanya berguna untuk mencari kemungkinan lain tentang konsep kebenaran.
5.  Intuisi. Cara ini merupakan salah satu kegiatan berfikir tertentu yang non analitik (tanpa nalar), tidak berdasarkan pada pola berpikir tertentu yang analitik rasional dan empiris, dan biasanya pendapat tersebut diperoleh dengan cepat tanpa melalui proses yang dipikirkan terlebih dahulu. Intuisi manusia terkadang tidak terlalu tajam melihat dan memproyeksikan masa depan, kecuali jika diproyeksikan melalui “trend” secara linear dan eksponensial. Dengan kata lain cara intuitif tidak mempunyai logika atau pola berpikirtertentu serta langkah yang sistimatik dan terkendali. Ungkapan yang dikemukakan sering masuk akal atau sering rasional karena “trend” saat itu tetapi belum tentu cocok dengan kenyataan empiric. Contoh cara ini adalah ramalan bintang (astrologi), seorang astrolog pada saat meramal nasib seorang, disamping menggunakan rumusnya juga sering menggunakan intuisinya.
6.  Penemuan kebetulan. Beberapa pengetahuan pada awalnya ditemukan secara kebetulan dan beberapa diantaranya adalah sangat berguna. Sebagai contoh adalah penemuan obat kina sebagai obat malaria. Seorang pengembara yang sedang mengalami demam malaria melalui sebuah rawa, karena merasa haus mereka meminum air rawa tersebut. Namun demikian air rawa terasa pahit oleh karena mengandung hancuran (ekstrak) pohom kina besar yang tumbang di dalamnya. Ternyata setelah meminum air tersebut demam yang dideritanya berangsur-angsur sembuh. Beberapa penemuan secara kebetulan yang penting lagi adalah penemuan Newton tentang hokum gaya-gaya yang melingkupi alam semesta dan segala benda-benda angkasa lainnya, penemuan Archimedes tentang gaya angkut air serta penemuan Flemming tentang obat penisilin, semuanya didasarkan pada penemuan kebetulan.
7.  Cara coba-coba (Trial and Error). Cara ini merupakan serangkaian percobaan asal atau coba-coba saja yang tidak didasari oleh teori yang ada sebelumnya, sehingga tidak memungkinkan diperolehnya kepastian pemecahan suatu masalah atau hal yang diketahui. Sebagai contoh adalah anak kecil yang berusaha mengetahui bagaimana cara kerja mainan yang dimilikinya dengan membongkar mainan tersebut sampai didapatkan kepuasan tentang rasa ingin tahunya. Kemudian apakah dia mendapatkan jawaban apa yang diinginkannya atau tidak, mereka aka berusaha memasang atau merakitnya kembali ke bentuk semula. Hasil percobaan tersebut dapat seperti bentuk  semula dan berfungsi dengan baik, atau sepeti bentuk semula tetapi tidak berfungsi bahkan mungkin saja tidak dapat dibentuklagi apalagi berfungsi bahkan mungkin saja tidak dapat di bentuk lafgi apalagi berfungsi sebagaimana semula. Cara ini mengajarkan orang aktif mencoba meskipun velum pasti usahanya akan berhasil. Percobaan pertama yang gagal aka diulangi dengan percobaan berikutnya dengan perbaikan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Oleh karenanya cara ini mengundang unsure pembelajaran dengan pengalaman yang bertambah, tentu termasuk waktu yang lama dan biaya yang relative besar. Cara coba ralat juga sering disebut sebagai cara aproksimal dan koreksi.

Kendatipun kebenaran pengetahuan yang diperoleh melalui beberapa cara diatas yang sifatnya pseudo science atau tidak bersifat ilmiah, hal ini tidak berarti kebenaran tersebut tidak punya arti sama sekali. Kebenaran melalui cara ini juga terkadang dapat digunakan sebagai penunjang untuk melakukan penelitian ilmiah sehingga yang tadinya tidak ilmiah dapat berubah menjadi bersifat ilmiahjika dapat diteliti secara ilmiah. Artinya tidak menutup kemungkinan suatu jenis pengetahuan non ilmiah akan menjadi pengetahuan ilmiah apabila memenuhi kriteria-kriteria pengetahuan secara ilmiah.  
http://sofyanida.blogspot.com

6 komentar:

  1. mantapppp . terimakasih gan ini bermanfaat buat tugas kuliah ane wkwkwk . sumber nya dari mana ya gan ? bisa minta daftar pustakanya ga ya ??? makasi

    ReplyDelete
  2. mantapppp . terimakasih gan ini bermanfaat buat tugas kuliah ane wkwkwk . sumber nya dari mana ya gan ? bisa minta daftar pustakanya ga ya ??? makasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari ini dikutip dari buku "WAWASAN IPTEK (Menggunakan Pendekatan Learning) disusun oleh TIM DOSEN UPT-MKU UNHAS, saya tau, karna sy mahasiswa sana :v

      Delete
  3. sumbernya dpat di buku apa namanya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Dari buku "WAWASAN IPTEKS (menggunakan pendekatan learning) disusun oleh TIM DOSEN UPT-MKU UNHAS, bro :)

      Delete

http://sofyanida.blogspot.com

 
Toggle Footer