SOFYAN ASH SHIDDIEQY
D22113307
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemampuan kepada kami
untuk menyelesaikan makalah “Leadership
Style and Stress in the Workplace”.
Bagi kami, dapat memahami Mata Kuliah
ini secara sempurna merupakan suatu prestasi yang sangat dibanggakan. Namun,
prestasi itu tidak mudah diraih, melainkan harus diperjuangkan. Melalui Tugas
ini, kami bisa membantu diri kami sendiri dan teman-teman dalam meraih prestasi
yang kami inginkan. Secara umum, makalah ini berisi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian perusahaan.
Saya berharap tugas kami ini bermanfaat bagi
kami dan bagi semua pihak. Saran dan kritik selalu kami tunggu demi masa depan
saya yang lebih baik dimasa yang akan datang. Akhirnya, ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada Dosen dan teman-teman sekalian yang telah mendukung
kami menyelesaikan tugas ini.
Gowa,
13 Desember 2014
Sofyan Ash Shiddieqy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi, yang antara lain meliputi :
kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat
kerja, dan sifat kooperatif. Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha
seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu. Pendapat lain kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja
dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu
pekerjaankeluaran yang diharapkan dari studi perilaku organisasional adalah
produktivitas, tingkat kemangkiran yang rendah serta kepuasan kerja.
stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang di pengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis,sebagai konsekuensi daritindakan lingkungan,situsi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan
dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres
kerja didalam organisasi Dinas/Instansi menjadi gejala yang penting diamati
sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien didalam pekerjaan.
Stres dapat terjadi pada setiap
individu/manusia dan pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Manusia akan cenderung
mengalami stres apabila ia kurang mampu menyesuaikan antara keinginan dengan
kenyataan yang ada,baik kenyataan yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian
manusia akan keterbatasan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan
keterbatasannya inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan
rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres.
Lingkungan
pekerjaan dalam suatu organisasi juga dapat mendorong terjadinya stressorkerja.
Stress kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan
sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stress kerja. Stress kerja akan
memberikan dampak pada lingkungan organisasi terutama dalam hal produktivitas
kerja organisasi dan merugikan diri karyawan itu sendiri. Berdasarkan
permasalahan ini penulis tertarik untuk membahas pengaruh kepemimpinan dalam
perusahaan dan stress dalam bekerja yang berdampak pada pruduktivitas
ketika berorganisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.
Jelaskan
pengertian pemimpin dan stress menurut para ahli ?
2.
Jelaskan
gaya-gaya kepemimpinan ?
3.
Jelaskan
jenis-jenis dan penyebab stress ?
4.
Jelaskan
3 jurnal yang berhubungan dengan kepemimpinan dan stress dalam tempat kerja ?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini yaitu :
1.
Mengetahui
pengertian pemimpin dan stress
2.
Mengetahui
gaya-gaya kepemimpinan
3.
Mengetahui
jenis-jenis dan penyebab stress
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memahami tentang
kepemimpinan dan stress kerja serta menambah pengetahuan kita tentang stress
kerja dan mengetahui cara-cara untuk menyikapinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN PEMIMPIN
a.
Menurut Drs.
H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
b.
Menurut Robert
Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab,
supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
c.
Menurut Prof.
Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang
baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima
kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia
sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
d.
Menurut Lao
Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang
lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
e.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin
adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang
melakukan suatu pekerjaan memimpin.
2.2 PENGERTIAN STRESS
a. Menurut
Charles D, Spielberger (dalam
Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatus timulus
yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga
biasa diartikansebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkanyang berasal dari luar diri seseorang.
b.
Menurut Gibson
et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagaistimulus,
stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stressebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitikberatkan padalingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatanyang menekan individu untuk memberikan
tanggapan terhadap stresor.Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi
dari interaksi antarastimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan
stimulus-responmendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara
stimuluslingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar
sebuahstimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi
unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu
untuk memberikan tanggapan.
c.
Menurut Luthans
(dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan oleh
perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi daritindakan, situasi atau peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan
demikiandapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungandan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
d.
Menurut Baron &
Greenberg (dalam Margiati, 1999:71),
mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang
terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapathalangan dan tidak bisa
mengatasinya.
2.3 GAYA-GAYA
KEPEMIMPINAN
2.3.1
Gaya Kepemimpinan, berdasarkan tugasnya yaitu
:
|
||||
|
||||
|
||||
|
- Pengarah
(directing) : pengarah tinggi dan dukungan
rendah, merumuskan sasaran, batasan waktu dan perioritas, memimpin rencana
tindakan dan solusi, mengajarkan dan intruksi serta mendemostrasikan
pekerjaan yang baik, mengawasi (supervisi ketat) dan lakukan umpan balik
(cek apakah mengerti atau tidak) serta menghargai semangat dan pengalihan
keterampilan, serta mengecek perkembangan bawahan.
- Pembina
(coaching) : pengarahan tinggi dan dukungan
tinggi, melibatkan individu bawahan atas penjelasan sasaran dan rencana
tindakan tapi keputusan akhir ada pasa pemimpin, mendengarkan bawahan dan
meminta masukan/ ide-ide dari bawahan, memuji proses, membantu/ mendorong,
mengajarkan bawahan mengawasi keberhasilan dan kegagalan dan lakukan umpan
balik, membagi pengalaman orang lain.
- Pendukukung
(supporting) : pengarahan rendah dan berfungsi
sebagai penasehat mendorong bawahan menentukan penerapan sasaran, rencana
tindakan dan pemecahan masalah, pemimpin bertanya bagaimana cara saya
membantu dan mengajukan pertanyaan terbuka, memberi sasaran cara menarik
dan menantang, mereflesikan keberhasilan masa lampau untuk membangun rasa
percaya diri, mendorong, memuji dan menghargai kompetensi dan membagi
komitmen .
- Pendelegasi
(delegating) : Pengarahan rendah dan dukungan
rendah, mengaharapkan individu bawahan menangani dan memberi informasi
pada orang lain termasuk kepada pemimpin, serta baawahan bertanggungjawab
pada penetapan sasaran, rencana tindakan dan pengambilan keputusan
(bawahan dibiarkan mengambil pimpinan) dan dan mengkonfirmasikan rencana
tersebut, percaya kepada penilaian bawahan, individu bawahan terus
melakukan inovasi, memberikan peluang agar bawahan turut membagi
pengetahuan dan keterampilan serta mengajarkan orang lain, pengecekan
motivasi bawahan secara periodik.
2.3.2
Gaya Kepemimpinan, berdasarkan sifatnya yaitu
:
|
||||
|
||||
|
||||
|
||||
1.Gaya Kepemimpinan Otoriter
Inilah
salah satu gaya kepemimpinan paling klasik dan sering disebut sebagai
“otokratik.” Seseorang yang menggunakan gaya kepemimpinan ini suka memberikan
arahan atau instruksi mengenai apa yang harus dilakukan dan mengharapkan
pegawainya untuk melaksanakannya sesuai dengan petunjuk yang ia berikan.
Contoh
kasus : Seorang pegawai yang baru saja mulai bekerja. Kita
mesti pahami bahwa individu ini adalah orang baru dalam perusahaan, sehingga belum memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi perusahaan dan apa yang
harus dikerjakan. Gaya kepemimpinan yang paling sesuai untuk diterapkan dalam
kasus ini ialah gaya otoriter. Individu ini masih membutuhkan
arahan sampai bisa memahami dan belajar
menjalankan tugasnya.
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya
kepemimpinan ini cenderung lebih demokratis. Seorang pemimpin dengan gaya
kepemimpinan partisipatif suka mencari masukan dan saran dari pihak lain.
Mereka juga tidak segan untuk turun ke lapangan bersama-sama pegawai untuk
menjalani dan memimpin proses pembuatan keputusan.
Contoh
kasus : Sebuah masalah muncul dan harus diatasi sesegera
mungkin. Seorang individu ialah bawahan yang sudah bekerja cukup lama, mereka
sudah menguasai dasar-dasar pekerjaannya tetapi masih mempelajari atmosfernya.
Pendekatan yang sesuai ialah gaya kepemimpinan partisipatif. Dengan demikian,
Anda sebagai pemimpin bisa membuat orang ini berpartisipasi dalam pemecahan
masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dan memberikan peluang bagi
Anda untuk melihat seberapa baik mereka berkembang.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Kita bisa
menemui prinsip laissez faire dalam mekanisme pasar bebas. Dan seperti pasar
bebas, perusahaan yang dijalankan oleh pemimpin yang gaya kepemimpinannya
didominasi prinsip laissez faire juga cenderung ‘lepas tangan’. Ia tidak banyak
turut campur dalam proses pengambilan keputusan sehingga ruang bagi bawahnnya
untuk melahirkan insiatif sendiri.
Contoh kasus : peluang
penjualan besar datang menghampiri. Seorang individu bekerja sebagai tenaga
penjualan yang paling berpengalaman dalam perusahaan Anda. Ia berhasil meraih
penjualan besar. Pendekatan kepemimpinan yang paling sesuai bisa jadi ialah
laissez faire. Anda tak perlu mengawasi apalagi memberikan instruksi kepadanya
karena justru bisa kontraproduktif.
4. Gaya Kepemimpinan Adaptif
nilah gaya
kepemimpinan yang memperhitungkan konteks lingkungan kerja dan kepribadian
setiap individu yang dipimpin.
Contoh
kasus : Bila individu yang sama berpengalamannya berada dalam
posisi Anda dan Anda menyaksikan gedung yang Anda tempati tengah dilanda
kebakaran, tentu Anda tidak akan berkata dengan santai bawah gedung sedang
kebakaran. Konteks akan membimbing Anda untuk menggunakan pendekatan direktif
untuk memberikan instruksi keluar dari gedung secepat mungkin.
2.4
JENIS-JENIS STRESS
Menurut Quick
(1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua,yaitu:
1. Eustress,
yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif,dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraanindividu
dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2. Distress,
yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat
ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikandengan keadaan
sakit, penurunan, dan kematian.
2.5 FAKTOR PENYEBAB STRESS KERJA
Menurut Robbin,
penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Ada beberapa faktor yang mendukung
faktor lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan
situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu
menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
b. Ketidakpastian
politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yangterjadi di Indonesia,
banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalanganyang tidak puas dengan keadaan
mereka. Kejadian semacam ini dapatmembuat orang merasa tidak nyaman. Seperti
penutupan jalan karenaada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat
parakaryawan terlambat masuk kerja.
c. Kemajuan
teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, makahotel pun menambah
peralatan baru atau membuat sistem baru. Yangmembuat karyawan harus mempelajari
dari awal dan menyesuaikandiri dengan itu.
d. Terorisme
adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam
abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh
para teroris, menyebabkan orang-orangAmerika merasa terancam
keamanannya dan merasa stres.
2. Faktor Organisasi
Banyak
sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkanstres. Tekanan untuk
menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugasdalam kurun waktu terbatas,
beban kerja berlebihan, bos yangmenuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang
tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi
beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya.Yaitu:
a. Tuntutan
tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutanatau tekanan untuk
menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
b. tuntunan
peran yang berhubungan dengan tekanan
dan diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yangdimainkan
dalam organisasi itu. Konflik peran
menciptakanharapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan ataudipuaskan. Kelebihan
peran terjadi bila karyawan diharapkanuntuk melakukan lebih daripada yang
dimungkinkan olehwaktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran
tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apayang
harus dikerjakan.
c. Tuntutan
antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan olehkaryawan lain.Kurangnya
dukungan sosial dari rekan-rekandan hubungan antar pribadi yang buruk dapat
menimbulkanstres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawanyang
memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Struktur
Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalamorganisasi, tingkat aturan dan
peraturan dan dimana keputusanitu diambil. Aturan yang berlebihan dan
kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stress.
3.Faktor Individu
Faktor ini mencakup
kehidupan pribadi karyawan terutamafaktor-faktor persoalan keluarga, masalah
ekonomi pribadi dankarakteristik kepribadian bawaan.
a. Faktor
persoalan keluarga. Survei nasional secara konsistenmenunjukkan bahwa orang
menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga
sebagai sesuatu yang
sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan
kesulitandisiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan
stres bagi karyawan dan terbawa ketempat kerja.
b. Masalah
Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya
keuangan mereka merupakansatu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan
stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
c. Karakteristik
kepribadian bawaan. Faktor individu
yang penting mempengaruhi stres
adalah kodrat kecenderungandasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada
pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalamkepribadian
orang itu.
BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal 1
|
|
Judul
|
Gaya Kepemimpinan
Perempuan
|
Pengarang
|
Nina Zulida Situmorang
|
Tujuan
|
Difokuskan pada gaya kepemimpinan perempuan
yang bertujuan menemukan model gaya kepemimpinan yang khas perempuan.
|
Metode Penelitian
|
Penelitian
ini menggunakan metode kajian teoritik berdasar literature bersumber
jurnal-jurnal penelitian, buku dan makalah lainnya. Berdasarkan penelusuran
dengan tema gaya kepemimpinan diambil satu teori yang dapat dipakai untuk
penelitian berikutnya untuk membuktikan teori tersebut.
|
Tempat Pelaksanaan
|
(Psikologi, ekonomi,
sastra, arsitektur dan sipil) Universitas Gunadarma.
|
Waktu Pelaksanaan
|
Depok 18-19 Oktober 2011
|
Sample atau Populasi
|
9484 pria dan 9467
perempuan
|
Kesimpulan
|
Hasil
Penelitian-penelitian, umumnya menunjukkan tidak banyak perbedaan dalam hal
organisasi. Namun jika dihubungkan dengan gaya kepemimpinan terlihat adanya
gaya tertentu khas perempuan, tapi bukan karena perbedaan jenis kelamin,
namun lebih pada faktor karakteristik/ tuntunan pekerjaan. Karakteristik atau
tuntutan pekerjaan dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan feminism-maskulin,
feminism-transakksional, maskulin-transformasional dan
transaksional-transformasional.
|
Komentar
|
Meneliti jurnal-jurnal,
buku dan makalah dengan melakukan penelitian lebih banyak sample yaitu 9484
pria dan 9467 perempuan. informasi yang didapat merupakan informasi fakta
dari orang yang merasakannya ,Hal ini
lebih efektif atau lebih detail dalam penelitian gaya kepemimpinan.
|
Saran
|
Sample yang digunakan banyak dan waktu yang
singkat, sehingga dalam penelitian lebih berhati-hati tentang gaya
kepemimpinan karena salah sedikit dapat mempengaruhi hasil penelitian .
|
Link
|
Jurnal 2
|
|
Judul
|
Hubungan antara Stress Kerja dan Gaya Kepemimpinan
Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk IT (information technologi)
|
Pengarang
|
Ahmad Fachri
|
Tujuan
|
Tujuan penelitian ini diharapkan member masukan agar
bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikoloogi industri dan organnisasi serta
dapat diigunakan sebagai pedoman didalam penelitian lebih lanjut untuk
mengkaji variabel-variabel lain yang berhubungan dengan stress kerja dan gaya
kepemimpinan transaksional dengan kinerja.
|
Metode
Penelitian
|
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Instrument penelitian yang digunakan berupa skala kerja, skala gaya
kepemimpinan transaksional, dan skala kinerja dengan model skala Likert.
|
Tempat
Pelaksanaan
|
Fakultas Psikologi
|
Waktu
Pelaksanaan
|
November 2010
|
Sample
atau Populasi
|
50 orang
|
Kesimpulan
|
Pengaruh untuk masing-masing aspek dari variable gaya
kepemimpinan transaksional yang memberikan pengaruh mulai dari yang terkecil
hingga yang terbesar, dari hasil tersebut, perusahaan mencoba menerapkan
aspek-aspek yang sesuai dengan hasil penelitian yang memberikan pengaruh
positif signifikan agar dapat meningkatkan kinerja karyawan
|
Komentar
|
Dengan penelitian ini, karyawan lebih memaksimalkan
lagi kemampuan yang dimilikinya, agar perusahaan pun tidak sia-sia dalam
mengeluarkan reward yang telah diberikan kepada karyawannya.
|
Saran
|
Pada penelitian ini selanjutnya dapat meneliti gaya
kepemimpinan transaksional dan kinerja karyawan dengan variable lain yang
memiliki hubungan signifikan, karena dalam penelitian ini hanya gaya
kepemimpinan transaksional yang memiliki hubungan signifikan terutama dari
aspek imbalan kontingen.
|
Link
|
Jurnal 3
|
|
Judul
|
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN GAYA
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP STRES KERJA PADA PEGAWAI BAGIAN
SEKRETARIAT DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA
|
Pengarang
|
Ratih Fajar Riany
|
Tujuan
|
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh gaya
kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap
stres kerja pada pegawai Sekretariat Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
|
Metode
Penelitian
|
Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini
adalah metode kuantitatif. Metode penelitian kuantitaif adalah metode
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi
atau sampel tertentu, dan analisis data bersifat kuantitatif atau statistik
yang bertujuan menguji hipotesis yang sudah ditetapkan.
|
Tempat
Pelaksanaan
|
Provinsi
DKI Jakarta
|
Waktu
Pelaksanaan
|
2014
|
Sample
atau Populasi
|
51
dari 60
|
Kesimpulan
|
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa gaya kepemimpinan
transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional tidak memengaruhi secara
signifikan terhadap stres kerja pada pegawai di Sekretariat Dinas Perhubungan
Provinsi DKI Jakarta, dimana hasil signifikasi antara gaya kepemimpinan
transaksional terhadap stres kerja sebesar 0,459 dan hasil signifikansi
antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja sebesar 0,202.
Untuk hasil perhitungan stres kerja pada penelitian ini, diketahui bahwa skor
yang didapatkan berada pada kategori tinggi dengan presentase 35,3%. Dapat disimpulkan
dari hasil uraian ini bahwa hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis
alternatif (Ha) ditolak, yang
berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional
terhadap stres kerja
|
Komentar
|
Menurut
saya teknik ini memberikan informasi yang valid, karena merespon 51 dari 60.
Ini dirancang untuk kebenaran yang pasti dari data-data yang didapatkan.
|
Saran
|
Penelitian ini melibatkan responden yang cukup sedikit,
hanya 51 dari 60 responden yang diharapkan. Untuk penelitian selanjutnya
disarankan agar memperluas populasi responden agar Lebih bermanfaat bagi pegawai
lainnnya.
|
Link
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemimpin
yang sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampu menjadi pencipta dan
pendorong bagi bawahannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang
dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kinerja karyawannya.
Stress merupakan suatu
gejala yang dimiliki oleh setiap orang dimanahal tersebut dipengaruhi diri
sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Stress juga terjadi dalam
kerja dimana stress tersebut dapat bersumber dari emapt halyaitu
tingkat individu, tingkat kelompok, tingkat organisasi danekstraorganisasional.
Keempat hal tersebut dapat menghasilkan stress yang berbeda pada
setiap individu tergantung bagaimana
individu Itu merespon stress tersebut. Setelah adanya respon
barulah dapat ditentukan bagaimana stress yang dialami seseorang tersebut.
4.2 Saran
Untuk
menjalankan manajemen puncak seseorang di tuntut untuk memiliki kecakapan dan
wawasan yang beragam, untuk itu untuk menduduki posisi tersebut seseorang di
tuntut memiliki pengalaman – pengalaman yank panjang di bidang ini. Dan untuk
menduduki posisi manajemen puncak ini harus memiliki tanggung jawab besar.
Seorang direktur atau pemimpin memiliki tanggung jawab antara lain ;
1.
Memimpin pelaksanaan misi dan memberikn visi
strategic
2. Mengelola
Proses Perencanaan Strategi
Stress dalam
bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi
teknik pengurangan stress yang
dapat digunakan serta menajemen stress tersebutdengan
baik. Karena hal tersebut mampu mencegah stress dalam bekerja sertameningkatkan
efektifitas dalam bekerja. Selain baik bagi karyawan/pekerja juga baik
bagi perusahaan(lembaga)
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2003. Pokok-Pokok Manajemen.
Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Sofyanida. 2014. Jurnal-Jurnal Tentang
Kepemimpinan dan Stress. http://sofyanida.blogspot.com/2014/12/jurnal-jurnal-tentang-kepemimpinan-dan.html (diakses
13 Desember 2014).
Stoner, James dan Charles Wankel. 1988.
Manajemen Edisi Ketiga. CV Intermedia : Jakarta.
Sutarto. 2006. Dasar-Dasar Kepemimpinan dalam
Manajemen. PT Raja Grafindo : Jakarta.
Wibowo, Phil. 2007. Manajemen Kinerja. PT
Raja Grafindo Persada : Jakarta.
http://sofyanida.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment
http://sofyanida.blogspot.com